Thursday 25 September 2008

FPI Sang Perampas….


Oleh: HM. Ayub Junaidi

Insiden kekerasan kembali terjadi mengiringi persidangan Habib Rizieq di PN Jakarta Pusat Kamis (25/9). Habib Rizieq duduk di kursi pesakitan karena dianggap salah satu tokoh yang bertanggung jawab atas penyerangan massa FPI terhadap massa AKKB di Monas beberapa waktu lalu. Tidak jelas siapa yang memulai aksi barbar itu. Masing-masing pihak saling mengklaim sebagai korban provokasi oleh pihak lawan. Namun yang pasti, kekerasan itu telah mengibatkan beberapa orang dari pihak AKKB cedera, bahkan ada yang kepalanya bocor terkena lemparan batu. Sungguh memilukan sekaligus memalukan. Betapa tidak, bulan puasa yang seharusnya mencegah umat Islam untuk menahan marah, ternyata tidak ada pengaruh apapun dalam prilaku mereka.

Yang menarik dalam insiden itu orang-orang berseragam Banser ikut terlibat, berada di pihak massa AKKB. Rizieq menuding keterliabtan Banser dalam insiden tersebut sebagai bukti bahwa umat Islam sedang disusupi pihak ketiga untuk dipecah-pecah. “FPI dan NU –termasuk Banser— itu bersaudara. Banser adalah benteng ulama. Tidak ada satu kekuatan pun yang bisa memisahkan FPI dan NU,” komentar Rizieq pasca insiden itu.

Banser sejak awal memang menjadi kekuatan di belakang ulama. Banser berada di garis terdepan ketika ulama dan umat Islam terancam keselamatannya. Banser juga berani bertaruh nyawa saat negara mendapat rongrongan dari siapapun. Hal ini sudah dibuktikan ketika Banser ikut menumpas PKI di awal-awal pasca kemerdekaan Indonesia.

Sebagai organisasi para militer di tubuh NU, jelas Banser akan mengikuti dan mengawal garis kebijakan NU. NU sejak lama menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme. Justru pluralisme merupakan salah satu soko guru yang menyanga kekuatan bangsa Indonesia. Karena itu, NU tidak rela terhadap segala upaya yang ingin menafikan pluralisme. Dalam kasus Monas, PBNU memang tidak menghendaki Ahmdiyah eksis, namun juga tidak setuju terhadap segala bentuk kekerasan dalam rangka mengelemanasi Ahmadiyah.

Ironisnya, ketika para kiai --yang tergabung dalam AKKB— merasa prihatin lantaran bingkai pluralisme tecncam, dan keranya ikut apel kebangsaan di Monas, mereka justru jadi korban kegarangan massa FPI. Salah satu korbannya adalah seorang kiai ternama sekaligus pengash sebuah pondok pesantren di Jawa Barat. Melihat itu, jelas personil Banser tidak bisa tinggal diam meski tanpa dikomando oleh pimpinannya. Banser setidaknya ingin memberi dukungan kepada kiai yang menjadi korban, dan Gus Dur yang dihina dina oleh Habib Rizieq. Terkait dengan itu pula, Pasukan Berani Mati (PBM) Jember didirikan.

Dalam kasus yang terjadi kemarin, rasanya tak telalu berlebihan jika personel Banser juga turun lapangan memberikan dukungan sekaligus ingin memberikan rasa aman kepada saksi dari AKKB dalam peesdingan yang mendudukkan Habib Rizieq di kursi terdakwa. Sekali lagi, walaupun tanpa dikomando oleh pimpinannya.

FPI sudah begitu lengket dengan kekerasan. Dalam setiap aksinya, rasanya tidak afdol kalau tidak diiringi dengan kekerasan. Dengan disertai teriakan Allhu Akbar, FPI bisa menghajar siapa saja yang dianggap menghalangi keinginannya. Kita tidak tahu apa sesungguhnya yang ada dalam benak petinggi FPI. Yang pasti, Islam sangat benci terhadp kekerasan. Nabi SAW sendiri dalam menebarkan dakwahnya dikenal sebagai pribadi yang lembut dan berwibawa. Kekerasan memag tidak bisa dibiarkan. Sudah begitu banyak kelompok yang jadi korban kekerasan FPI. Dan jika itu terus terjadi, maka negara ini akan menjadi kuburan bagi pluralisme, dimana hak-hak minoritas kerap terampas. Dan FPI-lah yang telah merampas itu. Dan PBM Jember siap mengambil posisi di fornt berseberangan dengan kelompok yang terus berusaha mengoyak-koyak wibawa Gus Dur dan pluralisme…. (*)

Penulis adalah Komandan PBM Jember

No comments:

Pengelola pkbjember.blogspot.com

Blog ini dibuat oleh DPC PKB Jember.
Ary AR, Kholidi.